Pages

Tuesday, December 13, 2005

Ketika 'kebersamaan' menjadi mahal..

I used to think that even when we're in a relationship, each should still have time and space for our own. Kita tetep harus punya waktu buat diri sendiri, karenanyalah kenyamanan masing-masing individu dalam hubungan tersebut harus diupayakan secara mandiri oleh individu ybs. Sederhananya, gak harus kemana-mana rantangruntung bareng gitu.. masing - masingnya harus nyaman dengan kesendirian tanpa kehadiran pasangannya. Dan kemudian aku mengaitkan dengan kemandirian, bahwa untuk menjadi nyaman tanp kehadiran pasangan, kita harus mandiri dalam segala hal.
Mungkin karena sudah jadi kebiasaan, mungkin juga kemanjaan seorang ibu hamil ( hehe mencari pembenaran..) ato hukum ekonomi berlaku : "makin susah didapet , makin mahal" (ada gak seh hukum ekonomi yg bunyinya gitu..) . Makin susah barengan, makin pengen rasanya. Well, I think I'm addicted to it. Kebersaman dengan suami, yang biasanya saya anggap biasa - biasa saja, sudah seharusnya, sekarang menjadi mahal harganya. Ketika jadwalnya harus dijejali dengan rapat - rapat sampai jauh malam, aku merindukan nikmatnya 'duduk di samping pak kusir yang giat bekerja' huahahaha.. Belum lagi urusan dinas ke luar kota.. Bahkan untuk makan siang bareng pun, sepertinya terlalu 'mewah'. Sudah lama kami tak menjalani ritual ini, ketika ajakan lunch bareng itu datang pada jam-jam sarapan, masih juga baru nyalain kompie dan ngecheck email, udah girang banget ngebayanginnya. Eh sepuluh menit kemudian, another meeting's waiting, no lunch, no ride, drive yourself ! huhuhuhuhuhuh.. janji janji tinggal janji bulan madu hanya mimpi...
Dan kapankah cara 'meeting with kepiting' ini akan selesai ? Dan kapankah pula aku akan kembali menikmati ke'tidakada'annya seperti aku menikmati ke'ada'annya seperti dulu ? Bahkan keabstainan nya saat pengambilan suara pun ternyata kurindukan, soalnya jadi nggak seru kalo nggak ada yang ditanyain, apalagi dicela-cela karena have no idea.. Begitulah, seperti pepatah jawa : witing tresno jalaran soko 'ora ono liyane'..

Thursday, December 01, 2005

Custumer Satisfaction Oriented

Kemarin sore, saya dan suami berencana menengok salah satu tetangga dekat yang sedang dirawat inap di RSUD Bunder. Kami sudah berhenti untuk membeli buah tangan ketika kemudian mendapat kabar kalo si tetangga sudah pulang tadi siang. Ya sudahlah.. abis beli oleh-oleh, mampirlah kami ke Pangsit Mie Ayam Tiga Putra di depan kios buah, lumayanlah makan yang anget-anget pas gerimis begini. Bukan kunjungan yang pertama sebenarnya, kami kembali membeli mie nya jug akarena memang cocok dengan selera. Tapi ada adegan yang bikin saya kagum sama bapak penjual mie ayam. Selain kami berdua, ada pengunjung lain sekeluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan dua anak lelaki yang masih 4-6 tahun an. Si ibu memesan 3 mie dan 4 jeruk hangat. Dua mie yang datang pertama diangsurkan ke anak-anaknya. Kemudian si ibu dan bapak, bersama kami berdua, menunggu pesanan dilayani. Aku makan sambil terus memperhatikan mangkuk ketiga yang datang dan berpindah tangan ke sang bapak, sementra si ibu ? dia mengambil mangkuk kecil wadah kuah pangsit suaminya yang sudah kosong dan meminta 'sumbangan' mie ayam dari anak2nya, karena ditengarai mereka berdua tak sanggup menghabiskan porsinya. Si bapak penjual mie ayam yang melihat adegan ini, segera mengangsurkan mangkuk kosong lengkap dengan sendok garpunya pada si ibu yang notabene tidak meminta walopun membutuhkannya. Wah si bapak penjual mie sudah mengenal konsep layanan prima nih rupanya hehehe...