Pages

Tuesday, September 27, 2011

there's always a first time for everything..

Selalu ada saat pertama untuk segala sesuatu, segala sesuatu pasti ada awal mulanya.
Memandangi teduh wajahnya semalam, membaca ulang catatan, hampir delapan tahun kebersamaan kami, sungguh bukan tanpa cela. Kami pernah terjatuh, saya pernah terluka, dia terlebih lagi. Saya yang lebih ekspresif jelas tampak lelah, mungkin dia lebih lelah lagi, hanya tak ingin menampakkan. Namun diatas segalanya, saya bersyukur jalan hidup kami dipertemukan untuk melangkah bersama. Dia mungkin tidak romantis, maka saya cukupkan syukur saya atasnya, atas mobil yang sudah bersih siap terpakai, kadang-kadang. Dia memang tidak ekspresif, maka saya cukupkan syukur saya atasnya, atas pelukan dalam diam saat hati saya membadai. Saya merasa tercukupkan. Saya bersyukur saya dicukupi olehNya, melalui dia. Seperti semalam, untuk pertama kalinya, saya dengan (suka)rela menyerah pada apa yang menurut saya layak diperjuangkan, karena dia. Untuk pertama kalinya saya sadari, dia layak mendapat lebih dari apa yang saya bisa berikan, bahkan lebih dari apa yang saya miliki. Hal-hal yang bahkan tidak pernah dimintanya. Dan untuk pertama kalinya pula saya menyadari, saya yang selama ini sudah merasa cukup, betapa ternyata belum cukup bersyukur.

Lalu untaian doa saya panjatkan untukNya, Sang Maha Mengetahui Segala Yang Tersimpan di Hati, untuk karunia ketetapan hati bagi kami berdua dan malaikat-malaikat kecil kami, agar selalu berada di jalanNya.
Selalu ada saat pertama untuk segala sesuatu, segala sesuatu pasti ada awal mulanya, kecuali hanya Dia, Allah SWT, Al Malikul Mulk

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.(
QS. Al-Hadiid : 3)

picture taken from here

Wednesday, September 21, 2011

being positive..

Minggu lalu, pak bos saya mengisi forum sharing knowledge di Unit kami dengan tema positive power. Satu hal yang menarik bagi saya adalah pernyataan Pak Bos bahwa beliau tidak pernah bercerita tentang masalah pekerjaan kepada istrinya, dan sang istri pun pernah menyatakan hal yang sama pada saya. Alasannya adalah karena, beliau tidak ingin istrinya 'ikut-ikutan ngurusi Unit'. Artinya begini, biasanya orang -orang yang bercerita masalah pekerjaan pada istrinya, maka istrinya akan tahu siapa yang menjadi pejabat struktural sekarang, seluk beluk pekerjaan dan kapan biasanya bonus dibayar ;) Semua itu dari sudut pandang si pencerita yang notabene pasangannya. Jadi cerita yang disampaikan cenderung 'memihak' si pencerita sehingga kebenaran adalah versi si pencerita. Yang terjadi kemudian, bukan tidak mungkin opini si istri akan terpengaruh cerita si suami. Nah, jika si istri ini kemudian berkumpul dengan istri tokoh tokoh yang diceritakan, yang kebetulan ceritanya kurang baik, maka bisa saja timbul benih-benih rasa tidak suka dan seterusnya. Kalau yang sering saya jumpai sih pertanyaan atau pernyataan semacam ini, "Bu, kok bisa ya Pak 'X' itu jadi Manajer, padahal kan dia belum S1", "Ya nggak heran si A itu penilaian kinerjanya jelek, wong kerjanya males", "Alhamdulillah ya Bu, sebentar lagi bonus sudah mau cair.."(padahal surat perintah bayarnya pun tidak ada), "Kok ibu bisa gak tau sih, kita aja yang gak kerja tau" dan semacamnya. Nah untuk pertanyaan terakhir tadi, saya juga bingung bagaimana menjawabnya, meski lambat laun menemukan jawaban jitu dari papatah petitih di tempat kerja kami : "...bahkan dinding pun bertelinga" :))

Bahwa kita harus berpikir positif karena itu sangat mempengaruhi kesehatan jasmani dan rohani, itu saya sudah tahu. Bahwa kita juga harus selalu berpikir positif dan berbaik sangka sesuai dengan ajaran agama, itu juga saya sudah tahu. Yang saya belum tahu adalah bagaimana kita berpikir positif di tengah situasi atau lingkungan yang tidak mendukung kita untuk itu. Dan satu lagi, bagaimana opini kita tidak akan 'mencemari' atau mempengaruhi orang-orang baru di lingkungan sementara di lain pihak kita harus menyampaikan 'laporan apa adanya', yah salah satu contoh kasusnya seperti ilustrasi diatas.

Untuk ketidaktahuan saya yang pertama, saya pernah berada di situasi dimana saya 'tercebur' di lingkungan yang 'reputasinya kurang bagus'. Inginnya sih saya tidak langsung percaya pada reputasi tersebut, lalu saya cari data-data pendukung, korek sana sini, lha kok malah menemukan data valid yang mendukung reputasi buruk itu. Aduh..Bagaimana saya bisa positive di situasi semacam ini ya? Nah ini juga berhubungan dengan ketidaktahuan saya yang kedua, ketika ada orang yang lebih baru datang ke lingkungan yang sama, dan saya ditanya,"Bu, disini gimana sih?" Maka ya saya ceritakan tentang reputasi yang ada dan 'hasil riset kecil' saya tadi. Seiring dengan berjalannya waktu, saya menemukan bahwa lingkungan bereputasi buruk tadi, tidak sepenuhnya benar, artinya memang ada beberapa komponen yang mendukung lingkungan jadi buruk, komponen itu bisa sikap, perilaku, kebiasaan, macam-macamlah, nah karena ketidaktahuan atau ketidakpedulian leader maka komponen-komponen ini saling berinteraksi dan saling mendukung. Dari yang kecil-kecil, lalu berkembang ke yang besar. Ini yang musti diminimalisasi, bahkan kalau bisa ya dihilangkan, ini yang dulu saya sebut dengan teori 'mencabut rumput liar di taman'. Jadi kalau kita ingin taman kita selalu rapi dan cantik, tentu tidak dengan sekali sulap, namun harus dirawat, dibasmi gulma dan hama yang menyerang, ya saya ibaratkan hal-hal buruk tadi gulma dan hama..

Nah bagaimana dengan orang baru yang tadi meminta masukan dari saya? Saya merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan 'progress report riset kecil lanjutan' saya *halah* bahwa ternyata lingkungan ini bisa jadi begini karena blablabla..oia dan saya sarankan juga padanya, jangan langsung percaya pada apa yang menjadi masukan saya, baik yang dulu maupun yang sekarang, saya bisa bercerita padanya karena saya mengobservasi, maka cerita saya adalah dari sudut pandang saya, saya persilahkan dia untuk mengeksplorasi lebih jauh dan menyimpulkan sendiri..

Pelajaran moral yang saya dapat adalah ternyata menjadi positif itu butuh usaha, kadang agak berat, tapi insyaallah bisa. Yang kedua, biarkan orang-orang baru, termasuk jika kitalah orang-orang baru tersebut, mengeksplorasi lingkungan barunya, beri masukan jika perlu, dan biarkan mereka menyimpulkan sendiri. Setidaknya buat saya, yang kedua ini menjawab 'calon pertanyaan' yang batal saya tanyakan pada pak bos di sesi minggu lalu ;)

Gambar diambil dari sini