Pages

Friday, November 17, 2006

uninvited

Sudah menjadi 'tradisi' setiap triwulan di kantor saya itu ada acara rakor (rapat koordinasi) atau raker (rapat kerja) atau apalah.. pokoknya rapat gitulah. Dan sudah menjadi tradisi pula, saya yang ketiban sampur ketambahan gawean nyiapain bahan presentasi babe besar, bedanya kali ini ada kawan senasib sepenanggungan (sependeritaan precisely!), sebut saja namanya pak totok. Jadi kabar akan diadakannya rakor triwulan 3 itu sudah dari kapan tau deh dan kita sudah nyiapin ini itu anu inu nya. Sudah dicheck tim kecil, diputuskan lolos. Phewww legaa.. Nah masalahnya pas pembahasan dengan tim kecil itu si babe besar masih cuti lebaran. Nah masalahnya lagi si babe besar ini orang yang amatsangat detil sekali, sekali lagi amatsangat perhatian sampai ke hal yang remehtemeh. Perkara warna, bentuk hurup, garis yg meliuk ( emang ada ya garis meliuk hihihi) tak kan luput dari perhatiannya. Belum lagi ide2nya yang sering berubah dan datang pada saat2 yang mephet (ngomongnya sambil gigi agak ditonggosin). Itu baru masalah pertama. Masalah kedua si babe ini orang yang amatsangat butuh 'dukungan', agak 'kurangpercayadiri' begitu kami menyebutnya. Karena dari jaman dahulu kala sudah kondang gulindang kalo raker si babe ini selaluu bawa serombongan pasukan, tugasnya ngapain? ya ga ngapa2in, tugasnya ya mendukung si babe tatkala dia butuh 'dukungan' , halah..
Nah, seumur2 saya belum pernah berperan menjadi 'pasukan pemukul satu, dua dst' begitu kami menyebutnya karena pasukannya itu banyak dalam arti sebenarnya. Yang sudah kaya pengalaman ya pak totok ini. Ndilalah pada kesempatan kali ini hanya kami berdua yang berduet menjadi 'pasukan pemukul'. Setibanya kami di lokasi rakor -yang mana kami berangkat pagi2 buta untuk mengantisipasi kemacetan akibat 'kuala lumpur pindah' itu- tepatnya di meja receptionist, kami berjumpa beberapa peserta rakor yang notabene adalah para petinggi kantor pusat yang kami kenal dan (sialnya) kebetulan mengenal kami. Bertegursapa seperlunya, si pak totok celingak celinguk ga jelas gitu, pun ketika mas receptionist berjambul pirang itu menyapa ramah :
MRBP (mas receptionist berjambul pirang) : mo check ini sekarang ?
saya dan pak totok : *diem*
MRBP : dari pt *tii..tt* juga? ( nama kantor disensor ya)
pak totok : *masih celingakcelinguk ga jelas* ke arah bapak petinggi yang sempet ngendon bentar tapi diam2 menjauh
saya : iyah! *dengan tangkas*
MRBP : atas nama siapa bu ?
saya : pak totok (karena rencananya pak totok aja yg nginep, saya enggak)
MRBP : *membolakbalik daftar peserta rakor dg kening mulai berkerut* lengkapnya siapa ya bu?
saya : totok blablabla (untuk keselamatan nama belakangnya disamarkan juga ah..)
MRBP : * kliatanya mulai pusing ga nemu2 nama yg dimaksud* mmm..mm..
saya : coba cari dari unit kerja aja mas..
MRBP : *kliatan banget putus asa* coba tolong dicari sendiri bu biar cepet..
saya : *semangat bolakbalik kertas tapi makin lama makin pelan karena nama yang dicari tak kunjung ketemu dan berangsur panik karena dari unit saya cuma ada nama babe besar* eh..mmm.... *celingukan cari pak totok*
pak totok (yg sedari tadi berusaha menyibukkan diri) : mbak, nih pa kus (sekretaris babe besar) nelpon..
saya : *phewww ... legaa, makasih pak totok telah 'meyelamatkan wajah' ku di depan mas receptionist.


Dari perbincangan dengan Pak Kus di ponsel Pak totok, tahulah saya bahwa memang beginilah tugas dan kewajiban 'pasukan pemukul', salah satu jobdescnya adalah : diklelerno. Owgh! Dan jadilah ucapan terima kasih saya ke Pak Totok tadi (meski cuma dalam hati) saya ganti dengan 'sumpahserapah' (kali ini dilontarkan dengan sepenuh hati hehehe) " Kok Bapak ga bilang2 sih kalo emang biasanya pasukan ga dapet jatah kamar huhuhu, saya kan malu sama mas receptionist". Dan Pak Totok cuma nyebgir sambil njawab kalem, " Lha saya kehilangan kata2 jeh Mbak". Dhiengg!! Kisah kemlelernya kami itu pun berlanjut hingga makan siang, bos besar menitahkan kami untuk 'turun' (ceritanya kami 'dipinjami' kamar Pak Bos buat melakukan tugas suci nan mulia kami*halah*) dan ikut bergabung dengan para undangan yg lain. Kepalang malu, kami ogah turun, dengan harapan ketika khalayak sudah kembali berkutat dengan rapatnya kami bisa leluasa menikmati makan siang dengan tenang. Kenyataan berkata lain, setibanya di ruang makan, suasana sih memang sudah lengang, tapi hidangan di meja jauh lebih lengang lagi, cuma ada bakso kuecil2 dan dijatah semangkuk cuma 3 biji, oh tidaakk!! Sedikit kalap kami masing2 menambah porsi dan langsung menghubungi driver yang tadi pagi mengantar kami. Jadilah siang itu dengan sedikit dongkol tapi kali ini sudah bisa ketawa-tawa najong, kami makan di food festival di gerbang masuk area. Ternyata begini toh rasanya jadi tamu ga diundang...