Pages

Friday, December 02, 2011

usia itu absolut, yang membuat relatif penampakannya :)

Awal minggu ini, sesuai undangan yang difax pada Jumat minggu lalu sekitar jam 5 sore, saya diajak Bos Besar saya menghadiri rapat di Kantor Pusat. Membaca daftar yang diundang, saya agak takjub juga, mengingat topik yang akan dibahas adalah usulan Unit kami untuk memberikan sertifikasi ahli pemeliharaan ke Kantor Pusat. Nah, usulan Unit kecil ini ternyata ditanggapi dengan serius dan membawa kami pada rapat hari itu, yang juga mengundang Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan mantannya (mantan Kapusdiklat maksudnya bukan mantan pacar), Kepala Divisi OD, dan beberapa Senior Manajer entah apa, saya juga tidak terlalu ngeh dengan struktur organisasi holding kami itu. Nah, saya, 'prajurit' wanita satu-satunya di ruangan itu, merasa terdampar dalam rapat strategis para 'Jenderal' pemikir dunia, setidaknya dari sekilas pandang saya kepada seluruh peserta rapat sih begitu. Sebagai bentuk pembunuh kebosanan pertanggungjawaban keikutsertaan saya dalam rapat ini, maka saya tetap menyimak dengan tekun setiap pembicaraan, dan menemukan bahwa selama ini kami sebagai anak perusahaan, bagaikan katak dalam tempurung. Kami sudah merasa hebat dengan pencapaian kami, walaupun dalam banyak hal memang pencapaian kami layak diacungi jempol. Tapi kami ternyata tidak mengetahui perubahan-perubahan strategis yang sedang terjadi di Bapak perusahaan kami, kami belum sepenuhnya meratifikasi seluruh peraturan Bapak perusahaan kami itu dan banyak hal lain yang berujung pada komentar, "oooo..." panjang dari saya, dalam hati tentu saja. Di tengah pemaparan dan diskusi-diskusi panjang itu saya memutuskan untuk merajut saja sebenarnya, tapi mengingat merajut pun saya tak bisa, maka saya membuat semacam minute of meeting untuk konsumsi pribadi. Biasanya dilengkapi dengan komentar2 iseng asal-asalan, namanya juga konsumsi pribadi. Selebihnya saya kembali menyimak jalannya rapat, dan bersyukur saya tidak perlu mempresentasikan usulan Unit kami di tengah 'para dewa' ini karena Bos besar sudah membereskan segalanya *yess!! Di tengah sesi tiba-tiba mereka menyadari, bahwa sang pengundang dan sang tuan rumah rapat ini, keduanya adalah dua pihak berbeda, yang jelas bukan saya dan Bos Besar, tidak ada yang menyiapkan notulensi sebagai bentuk legalitas hasil rapat ini. Maka dengan semena-mena, mengingat saya satu-satunya wanita, tugas itu pun jatuh ke tangan saya. Dan saya bersyukur saya tidak melakukan hal yang biasanya pada minute of meeting saya itu , beberapa menit sebelumnya saya membunuh keinginan saya untuk menuliskan catatan penting : si Bapak di Ujung ke dua dari kanan kok mirip Richard Sambera ya *hahay..

Setelah isi notulensi disepakati, tugas berikutnya adalah mencetak untuk kemudian ditandatangani para pejabat berwenang. Ketika akan beranjak, bapak-bapak orang holding di sebelah saya bertanya, "Mbak, kalau SPPD ini ditandatanganinya kemana ya, kalau disini ?" dengan sigap saya pun lalu menawarkan bantuan, "biar saya bawa aja Pak, sekalian saya mau ngeprint ke atas". Mengingat si bapak adalah tamu #padahal saya juga tidak tahu siapa yang berwenang menandatangani dan ruangannya di lantai berapa, pokoknya saya menuju salah satu Subdit langganan saya di KanPus ini untuk numpang ngeprint, nanti dari sana baru bertanya.

Sesampai di lantai empat, setelah berhaha-hihi dengan penghuni ruangan, saya diijinkan membajak salah satu komputer mereka dan mulai mencetak. Taklama kemudian lewatlah si Bubun, yang dulunya pernah magang di Unit saya lalu ditarik ke KanPus. Seperti biasa dia menyapa heboh :
Bubun : "Hay Mbaak pakabar, ada acara apa kemari ?" #cipikacipiki
Saya : "Alhamdulillah baik, Bubun pakabar? Ini rapat sama holding"
B : "Owgh, yang di lantai 1 ya, pantesan ada si ***" #si Bubun menyebut nama bapak penitip tandatangan tadi. Saya kaget,
S : "Lah Bubun kenal Pak *** ?"
B : "Ya iya Mbak, wong kami seangkatan"
Oops...Nah lho..Kirain si bapak itu, yaahh.. speechless deh. Pantas saja, tadinya saya sudah menduga 'ada yang tidak beres', ketika si Pak *** tadi mengulas pengalaman benchmark dan hubungannya dengan proses yang sedang dan akan terjadi di holding, si bapak menyebut namanya untuk mengganti sebutan kata ganti orang pertama. Misalnya saya ngomong begini : Ketika berkunjung ke PT. XYZ itu, Maya (instead of saya!!) melihat banyak hal yang bisa kita tiru, lalu Maya sampaikan kepada Koordinator blabla.. , kurang lebih begitulah, kesannya manja banget ya :D Dalam hati saya membatin : kok ada ya generasi tua yang menyebut dirinya sendiri dengan namanya sendiri, bapak-bapak pula *sigh*. Salahkan saya yang tertipu oleh penampakan "Pak ***".

Sekembali saya ke ruang rapat, menyerahkan draft notulensi untuk ditandatangani dan tentunya menyerahkan titipan SPPD si "Pak ***", eh dia bilang begini,"Makasih ya Mbak, eh tadi ada dua yang masih ketinggalan, terus saya titipin ke lantai 5, gimana Mbak?" Reaksi saya? sambil pasang senyum termanis bilang, "sama-sama Pak, owgh gitu ya, waahh kok bisa ketinggalan sih Pak, ini yang 5 dah kelar nih, ntar coba bapak tanyain ke lantai 5 lagi yaaa, tadi saya ga dititipin sama si mbak sekretaris soalnya" hehehe..olahraga dikit kan gapapa ya"Pak" :D

Lalu rapat berlanjut sebentar dan saya menemukan fakta lain, bahwa salah satu peserta rapat dari holding, yang saya pikir usianya yaah... sebelas dua belas dengan "Pak ***" #tentunya setelah saya tahu kisaran usia si "Pak ***" ternyata adalah teman seangkatan Bos Besar saya yang berarti umur mereka berdua sepantaran !! Hadududuh...saya makin merasa bodoh dalam menaksir usia seseorang.

Sepertinya saya 'termakan' asumsi sendiri bahwa penampakan seseorang akan berbanding lurus dengan usianya, maka saya sering heran walaupun senang juga, ketika saya jadi 'korban' kesalahan penaksiran usia tadi. Saya pernah dikira anak PKL oleh satpam baru kantor saya, hampir 'digoda' anak-anak magang baru karena dikira kakak angkatan mereka yang berarti usianya sepantaran. Di kesempatan lain, sempat pula 'diinterogasi' ketika akan mengambil data yang tertinggal karena memasuki kantor di hari libur. Dan yang akhir-akhir ini, dipandang 'sebelah mata' karena kebetulan saya 'menempati kotak' yang biasanya ditempati orang-orang yang sudah sepuh senior. Saya tidak kesal, bahkan sejujurnya saya menikmati momen-momen 'dipandang sebelah mata' itu, saya merasa jadi tidak ada beban harus bagaimana bagaimana, kecuali untuk urusan yang memerlukan persuasif ya. Pernah suatu ketika, dalam kesempatan studi ekskursi mahasiswa dari "sekolah tinggi tinggi sekali", bapak dosen pendamping sempat berkata, "nggak nyangka ya, Ibu ternyata masih muda", eh?? Pernah pula seorang asesor eksternal meminta data langsung dari bos saya, dan berasumsi saya memberi jawaban yang ngawur, maaf ya bapak, dalam konteks ini, sayalah 'bos ngawur' itu hahaha.. tapi data saya real lho *wink* Dan yang paling baru, seorang calon mitra, dari sebuat biro perjalanan, tampak sangat ogah-ogahan mendengar penjelasan dari saya yang sudah berbusa-busa ini. Bukan masalah semangat sih, saya cuma ingin cepat selesai saja, jadi saya bisa mengerjakan yang lain, karena pertemuan dengan mereka tidak saya kategorikan bekerja :D Nah ketika salah seorang Supervisor saya masuk, yang kebetulan si bapak ini memang auranya sangat berwibawa, dengan kumis melintang dan suara yang 'dalam'. Orang-orang travel ini langsung tampak 'behave' dan sangat respect. Ooo..tahulah saya, mungkin yang ada di benak mereka : nih anak kecil ngapain lagi ngomong panjang lebar, bukannya langsung manggilin bossnya aja kek.. Ketika mereka berpamitan, si bos travel sepertinya tak tahan untuk tak bertanya, "kalau Bu Maya itu disini sebagai apa ya ?" saya harus menahan diri untuk tidak bilang saya office girl, yang berarti girl who work at the office hehehe, sebelum bapak Supervisor saya yang berwibawa itu memotong, "Bu Maya itu 'bos' saya" Aduhh... merusak acara deh Pak, penyamaran saya jadi terbongkar kan... Padahal saya berencana untuk berperan jadi juru ketik pada pertemuan kami yang berikutnya *sigh*

Gambar diambil dari sini

Tuesday, November 15, 2011

one happy wikend

Wiken kemarin dua orang sahabat dari Bekasi berkunjung kerumah saya, lalu menyusul seorang sahabat lagi bergabung dan berhahahihi, sayang sahabat yang ini harus absen karena menunaikan kewajiban mendampingi sang suami :) Jadilah kami ngobrol ngalorngidul melepas kangen, membongkar segala oleh-oleh, titipan dan beberapa koleksi batik cirebon bawaan si Neng, terima kasih ya Cantik :*

Persahabatan saya dengan si Neng ini diawali dari perasaan senasib sebagai 'anak baru',
fresh graduate, yang masih fresh di instansi tempat kami mengabdi. Dia satu-satunya cewek di angkatannya yang terdampar di Unit kerja kami, saya pun demikian. Sudah jadi minoritas dari segi usia, minoritas pula dari segi jenis kelamin, jadi ibaratnya kami ini perawan ting-ting di sarang bapak-bapak tong-tong #hayahh.. Nah, dari sana kami jadi akrab, sebetulnya tidak sulit untuk menjadi akrab dengan si Neng, lha wong dia itu sangat baik, menyenangkan, ramah, tidak sombong, rajin menabung lagipula pintar #memang berjiwa pramuka sekali dia. Kenapa lalu kami bisa bersahabat? Selain rasa senasib diatas, mungkin karena kami punya banyak kesamaan, sama-sama suka baca meski dengan kadar yang berbeda, sama-sama anak pertama dengan dua adik yang umurnya juga sebelas-dua belas dan sama-sama beribu seorang guru, sehingga dibesarkan dengan pola asuh yang kurang lebih sama. Saya percaya, anak pertama memiliki 'kekuatan' lebih untuk melindungi hati dan diri mereka. Kami punya mekanisme pertahanan diri yang unik, yang membuat kami kuat, hal ini karena kami, anak pertama cenderung dijadikan 'sandaran emosi' para orang tua kami. Mungkin karena secara usia kami lebih dulu siap untuk diajak diskusi dibandingkan dengan para krucil adik kami. Dan seringnya, hal itu terbawa di kehidupan sehari-hari, kami cenderung untuk menjadi tempat curhat yang kadang melelahkan jiwa. Maka saya tahu rasanya, ketika pada suatu masa, dia merasa sangat 'penuh', karena saya pun pernah merasakan hal yang sama. Dan pada titik itu, saya menemukan dia, sebagai tempat bersandar. Pada titik itu, saya menemukan dia sebagai penyejuk jiwa, penceria suasana.

Jadi teringat masa-masa muda dulu, dimana kami selalu pulang kantor bersama dengan angkot yang sama. Dia turun pasar turi untuk kemudian pindah 'ojek' ke Mbak Ucik yang dengan setia menunggunya, saya turun di bawah
flyover margomulyo untuk pindah angkot. Sering pula kami 'mampir' dulu ke mall untuk berburu buku, makan, nonton dan bersenang-senang, sebelum pisah jalan pulang ke rumah masing-masing. Kegilaan juga masih berlanjut ketika ada acara kantor macam family gathering, kami yang lajang-lajang bergembira ini, tentu saja jadi anomali di tengah karyawan karyawati lain yang hadir lengkap beserta 'rombongnya'. Kehadiran kami sudah mengundang kernyitan di dahi karena bawaan baju yang sangat minimalis untuk bisa memaksimalkan bawaan bekal makanan. Disaat yang lain tidur, menyimpan tenaga untuk jalan-jalan keesokan harinya, kami malah sibuk ngobrol bisik-bisik sambil cekikikan. Saat yang lain sibuk belanja oleh-oleh, kami sibuk foto-foto. Ujung-ujungnya kami malah berteman dengan anak-anak karyawan yang rata-rata usianya yaahh.. abege sudah kelewat, dewasa belum terlalu. Bersama dia, masa-masa harus lembur sebagai konsekuensi menjadi pengepul data dari Sub Unit jadi masa-masa yang menyenangkan, lelahnya tetap, tapi senangnya lebih-lebih. Apalagi kalau kami berdua kemudian berkolaborasi melakukan kegiatan 'slicky tricky' yang sangat oportunis demi kemaslahatan... kami, hehehe. She is just the perfect partner in crime ;;)

Pernikahan saya, disusul dengan kelahiran anak-anak saya, membuat dia pun dekat dengan suami dan anak-anak saya. Kepindahannya ke Unit di ujung barat Pulau Jawa, membuat saya merasa kehilangan, sangat. Tapi mengingat alasan-alasannya, maka rasa kehilangan saya jadi terdengar egois. Rindu? pastinya, kami masih sering berbagi cerita di layar maya, meski kadang alasan pekerjaan dan leletnya jaringan menjadi kendala.

Hari ini dia berulang tahun, doa saya, semoga dia mendapat karunia usia yang barakah, diberi kemudahan dalam segala urusan, dunia dan akhirat, amin. Kadonya? adda ajjah.. ;)

Judul postingan diatas, sama dengan judul album foto yang diupload di akun FB sang empunya, si sahabat saya itu. Oia, dan gambar diatas, itu kue ultah yang kalau bisa dipesan disini saya akan dengan sukacita memesan kue unik semacam itu. Saya berharap si Neng bisa mengunjungi kota-kota yang ada di kue itu dan saya akan senang mendapat oleh-oleh cerita dan foto-fotonya :)

foto diambil dari sini

Thursday, November 10, 2011

bukan surat cinta (kepada dia)

Kepada dia, yang hampir pasti tidak akan pernah membaca tulisan ini. Yang walaupun bukan sekali dua kali saya pameri, dan berusaha saya senangkan, karena akhirnya saya memakai nama belakangnya, meski hanya sebagai alamat blog, tetapi tetap konsisten dengan reaksi yang 'alakadarnya'.

Kepada dia, yang darinya saya belajar arti kesabaran. Bahwa kadang, ada saat dimana perih dan amarah yang kita peram dengan masa tertentu, dapat bermetamorfosa menjadi kupu-kupu. Jika dan hanya jika kita telah mampu melihatnya dengan kacamata yang berbeda, bahkan sering sambil melepas tawa. Indah dan tidak menyakiti, baik bagi diri sendiri maupun orang-orang terkasih. Saya belajar, dan masih berusaha, tentang seberapa tingkat keberhasilan saya, itu lain perkara.

Kepada dia, dengan siapa saya telah memilih untuk melewatkan sisa usia. Yang telah menjungkirbalikkan hitung-hitungan dan logika saya. Yang telah membuat saya tak lagi peduli untung rugi. Yang saya tahu saya mencintainya, dan sebaliknya. Apakah dia mencintai saya sebesar saya mencintainya, itu saya tidak tahu dan tak mau tahu.

Kepada dia, dengan siapa kami saling berjanji untuk menapaki setapak flamboyan jingga dan menjadi tua bersama. Yang pelit berkata-kata tentang cinta dan tidak pernah menjanjikan apa-apa. Terima kasih telah mengajari saya, bahwa kata-kata tanpa tindakan nyata hanya bualan semata. Juga bahwa penghamburan kata-kata akan membuat mereka jadi kehilangan makna.

Selamat hari lahir Cinta, untukmu yang terbaik dari segala doa..

gambar diambil dari tempat biasanya

Monday, October 03, 2011

rumput tetangga yang (biasanya tampak) lebih hijau..

"How I miss my former Boss" adalah status sahabat saya beberapa waktu yang lalu. Ketika berjumpa dia pun, syndrom 'merindukan Bos lama' itu masih belum juga hilang. Dia bercerita betapa, meskipun mereka sering 'berantem', dan bosnya termasuk orang yang 'pahit lidah', tapi dia, sahabat saya itu, merinduinya, sangat. Usut punya usut, ternyata hal-hal 'negatif' diatas masih kalah sama hal-hal positif yang dimiliki Si Bos, yang ternyata sangat teliti, mau 'melindungi' dan memperjuangkan anak buahnya dan bisa mengarahkan serta menjadi suri tauladan yang baik bagi semesta kecil mereka. Secara naluriah kita sebagai manusia pastilah membanding-bandingkan, mau harga susu, mau model baju, lingkungan dan orang-orang baru pun pasti tak luput dari proses membanding-bandingkan ini, mau dihindari kok ya susah. Nah, sepeninggal Si Bos lama pasti kan ada penggantinya nih, yang berarti ada obyek pembanding, maka proses membanding-bandingkan tadi pun dimulai.

Selepas senam pagi tadi, seorang junior, rekan sesama anggota Tim 'Kerja Rodi' dulu mengeluhkan hal yang sama, "Yang dulu kita bilang parah, sekarang nampak sangat 'lumayan'. Dulu meskipun segala terserah kita tapi kerjaan lancar, kita pun nyaman kerjanya. Nah sekarang, segala keputusan kita ga dilibatkan, kita kerja salah dikit sudah main sindir aja ngritiknya, ga nyaman blas, Mbak". Padahal dulu dia dan saya pernah juga saling berkeluh kesah tentang tabiat Ketua Tim Kerja Rodi ini. Another comparation..

Ada juga rekan yang sedang dalam masa transisi, akan pindah tugas ke Unit lain. Dia bercerita bahwa lingkungan dia yang lama, pada era kepemimpinan yang sebelumnya, memang tidak kondusif untuk bekerja dengan nyaman, tapi dia merasa mendapat banyak pelajaran dari sana. Dari tugas-tugas manajerial yang seharusnya bukan bebannya tapi (awalnya) secara terpaksa dia kerjakan, sampai rekan kerja ngeselin yang mendominasi, it makes me strong, she said.

Beberapa rekan kerja yang lain juga sempat berkesah pada saya tentang kepemimpinan Bos yang sekarang, membandingkan Bos yang dulu (yang juga pernah mereka keluhkan, untuk hal-hal yang lain). Saya? Kepada Bos Besar tentu saja tidak berpikir untk menyampaikan keluh kesah ini, karena saya percaya Bos Besar saya yang ini punya mekanisme sendiri untuk mendapatkan feedback dari mana saja yang dia inginkan. Kepada rekan yang berkeluh kesah, saya sampaikan kemungkinan perbedaan karakter yang membuat perbedaan gaya kepemimpinan, jadi ya nikmati saja, ambil pelajaran darinya (and as a reminder I speak to myself also :p). Saya pernah dipandang dekat dengan salah satu mantan Bos Besar. Tak banyak yang tahu saya pun pernah dikecewakan olehnya, yang waktu itu saya anggap plinplan dalam mengambil keputusan, yang kebetulan melibatkan saya. Saya pernah juga 'mengemban tugas' yang sebetulnya bisa dibagi-bagi tapi ujungnya hanya terkonsentrasi ke saya, tanpa kompensasi (mataduitan banget sih :D). Saya coba mengambil sisi positif dari situasi saya, saya menganggap tugas yang diberikan ke saya itu sebagai 'praktek pelatihan gratis' kepemimpinan, nothing to lose saja. Berada di posisi saya sekarang, dan melihat ke belakang, saya sadar apa yang saya alami, kekecewaan yang pernah saya rasakan pada mantan Bos Besar sedikit banyak berkontribusi pada cara saya menghadapi situasi sekarang.

Tak peduli berada pada situasi seperti apa kita saat ini, bagaimana atasan kita memperlakukan kita. Selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil. Hidup ini keseluruhan adalah proses belajar tiada akhir, maka siapapun yang memberi pelajaran, jenis pelajaran seperti apa yang diberikan, tetap berusaha untuk menyerap sebanyak-banyak dan lulus dalam ujianNya :)

gambar diambil dari sini

Tuesday, September 27, 2011

there's always a first time for everything..

Selalu ada saat pertama untuk segala sesuatu, segala sesuatu pasti ada awal mulanya.
Memandangi teduh wajahnya semalam, membaca ulang catatan, hampir delapan tahun kebersamaan kami, sungguh bukan tanpa cela. Kami pernah terjatuh, saya pernah terluka, dia terlebih lagi. Saya yang lebih ekspresif jelas tampak lelah, mungkin dia lebih lelah lagi, hanya tak ingin menampakkan. Namun diatas segalanya, saya bersyukur jalan hidup kami dipertemukan untuk melangkah bersama. Dia mungkin tidak romantis, maka saya cukupkan syukur saya atasnya, atas mobil yang sudah bersih siap terpakai, kadang-kadang. Dia memang tidak ekspresif, maka saya cukupkan syukur saya atasnya, atas pelukan dalam diam saat hati saya membadai. Saya merasa tercukupkan. Saya bersyukur saya dicukupi olehNya, melalui dia. Seperti semalam, untuk pertama kalinya, saya dengan (suka)rela menyerah pada apa yang menurut saya layak diperjuangkan, karena dia. Untuk pertama kalinya saya sadari, dia layak mendapat lebih dari apa yang saya bisa berikan, bahkan lebih dari apa yang saya miliki. Hal-hal yang bahkan tidak pernah dimintanya. Dan untuk pertama kalinya pula saya menyadari, saya yang selama ini sudah merasa cukup, betapa ternyata belum cukup bersyukur.

Lalu untaian doa saya panjatkan untukNya, Sang Maha Mengetahui Segala Yang Tersimpan di Hati, untuk karunia ketetapan hati bagi kami berdua dan malaikat-malaikat kecil kami, agar selalu berada di jalanNya.
Selalu ada saat pertama untuk segala sesuatu, segala sesuatu pasti ada awal mulanya, kecuali hanya Dia, Allah SWT, Al Malikul Mulk

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.(
QS. Al-Hadiid : 3)

picture taken from here

Wednesday, September 21, 2011

being positive..

Minggu lalu, pak bos saya mengisi forum sharing knowledge di Unit kami dengan tema positive power. Satu hal yang menarik bagi saya adalah pernyataan Pak Bos bahwa beliau tidak pernah bercerita tentang masalah pekerjaan kepada istrinya, dan sang istri pun pernah menyatakan hal yang sama pada saya. Alasannya adalah karena, beliau tidak ingin istrinya 'ikut-ikutan ngurusi Unit'. Artinya begini, biasanya orang -orang yang bercerita masalah pekerjaan pada istrinya, maka istrinya akan tahu siapa yang menjadi pejabat struktural sekarang, seluk beluk pekerjaan dan kapan biasanya bonus dibayar ;) Semua itu dari sudut pandang si pencerita yang notabene pasangannya. Jadi cerita yang disampaikan cenderung 'memihak' si pencerita sehingga kebenaran adalah versi si pencerita. Yang terjadi kemudian, bukan tidak mungkin opini si istri akan terpengaruh cerita si suami. Nah, jika si istri ini kemudian berkumpul dengan istri tokoh tokoh yang diceritakan, yang kebetulan ceritanya kurang baik, maka bisa saja timbul benih-benih rasa tidak suka dan seterusnya. Kalau yang sering saya jumpai sih pertanyaan atau pernyataan semacam ini, "Bu, kok bisa ya Pak 'X' itu jadi Manajer, padahal kan dia belum S1", "Ya nggak heran si A itu penilaian kinerjanya jelek, wong kerjanya males", "Alhamdulillah ya Bu, sebentar lagi bonus sudah mau cair.."(padahal surat perintah bayarnya pun tidak ada), "Kok ibu bisa gak tau sih, kita aja yang gak kerja tau" dan semacamnya. Nah untuk pertanyaan terakhir tadi, saya juga bingung bagaimana menjawabnya, meski lambat laun menemukan jawaban jitu dari papatah petitih di tempat kerja kami : "...bahkan dinding pun bertelinga" :))

Bahwa kita harus berpikir positif karena itu sangat mempengaruhi kesehatan jasmani dan rohani, itu saya sudah tahu. Bahwa kita juga harus selalu berpikir positif dan berbaik sangka sesuai dengan ajaran agama, itu juga saya sudah tahu. Yang saya belum tahu adalah bagaimana kita berpikir positif di tengah situasi atau lingkungan yang tidak mendukung kita untuk itu. Dan satu lagi, bagaimana opini kita tidak akan 'mencemari' atau mempengaruhi orang-orang baru di lingkungan sementara di lain pihak kita harus menyampaikan 'laporan apa adanya', yah salah satu contoh kasusnya seperti ilustrasi diatas.

Untuk ketidaktahuan saya yang pertama, saya pernah berada di situasi dimana saya 'tercebur' di lingkungan yang 'reputasinya kurang bagus'. Inginnya sih saya tidak langsung percaya pada reputasi tersebut, lalu saya cari data-data pendukung, korek sana sini, lha kok malah menemukan data valid yang mendukung reputasi buruk itu. Aduh..Bagaimana saya bisa positive di situasi semacam ini ya? Nah ini juga berhubungan dengan ketidaktahuan saya yang kedua, ketika ada orang yang lebih baru datang ke lingkungan yang sama, dan saya ditanya,"Bu, disini gimana sih?" Maka ya saya ceritakan tentang reputasi yang ada dan 'hasil riset kecil' saya tadi. Seiring dengan berjalannya waktu, saya menemukan bahwa lingkungan bereputasi buruk tadi, tidak sepenuhnya benar, artinya memang ada beberapa komponen yang mendukung lingkungan jadi buruk, komponen itu bisa sikap, perilaku, kebiasaan, macam-macamlah, nah karena ketidaktahuan atau ketidakpedulian leader maka komponen-komponen ini saling berinteraksi dan saling mendukung. Dari yang kecil-kecil, lalu berkembang ke yang besar. Ini yang musti diminimalisasi, bahkan kalau bisa ya dihilangkan, ini yang dulu saya sebut dengan teori 'mencabut rumput liar di taman'. Jadi kalau kita ingin taman kita selalu rapi dan cantik, tentu tidak dengan sekali sulap, namun harus dirawat, dibasmi gulma dan hama yang menyerang, ya saya ibaratkan hal-hal buruk tadi gulma dan hama..

Nah bagaimana dengan orang baru yang tadi meminta masukan dari saya? Saya merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan 'progress report riset kecil lanjutan' saya *halah* bahwa ternyata lingkungan ini bisa jadi begini karena blablabla..oia dan saya sarankan juga padanya, jangan langsung percaya pada apa yang menjadi masukan saya, baik yang dulu maupun yang sekarang, saya bisa bercerita padanya karena saya mengobservasi, maka cerita saya adalah dari sudut pandang saya, saya persilahkan dia untuk mengeksplorasi lebih jauh dan menyimpulkan sendiri..

Pelajaran moral yang saya dapat adalah ternyata menjadi positif itu butuh usaha, kadang agak berat, tapi insyaallah bisa. Yang kedua, biarkan orang-orang baru, termasuk jika kitalah orang-orang baru tersebut, mengeksplorasi lingkungan barunya, beri masukan jika perlu, dan biarkan mereka menyimpulkan sendiri. Setidaknya buat saya, yang kedua ini menjawab 'calon pertanyaan' yang batal saya tanyakan pada pak bos di sesi minggu lalu ;)

Gambar diambil dari sini

Monday, August 15, 2011

surat cinta..

Saya mendapat surat cinta. Literally. Surat cintanya ditulis dengan pensil yang ujungnya 'bunjel' di sticky note warna pink berbentuk hati yang saya kenali sebagai pemberian saya ke si sulung, Sheby. Kejadiannya sudah minggu lalu sih. Beberapa kali saya menerima telpon dari rumah mengabarkan si bungsu, Zulmi, rewel pengin membetalkan puasa, haus katanya. Dibujuk-bujuk akhirnya sambil menangis dia mau terus melanjutkan puasa. Tapi lalu HP saya berdering lagi, kali ini dia menolak mengaji, dengan alasan malu sehabis menangis matanya bengkak, nanti diejek teman-teman katanya.

Jadilah dia tidak mengaji sore itu. Ini entah sudah yang keberapa kali dia bolos mengaji dengan berbagai alasan, usut punya usut ternyata hari-hari dia membolos adalah hari dimana sang kakak les bahasa inggris, sehingga jadi agak terlambat datang ke TPQnya. Beberapa kali pula dia berjanji tidak akan membolos lagi walaupun kakaknya terlambat karena harus les dulu. Dan saya memegang janjinya. Hari ketika dia membolos untuk kesekian kalinya, saya cuekin dia, tidak ada peluk cium ketika saya baru pulang dari kantor, berpura-pura tidak mendengar ketika dia bercerita, pokoknya serasa dia tidak ada. Dan dia menangis lagi, saya jadi tidak tega. Saya pegang janjinya sekali lagi.

Dan tebak apa yang saya dapat keesokan sorenya sepulang kantor, ya.. surat cinta itu ! Dengan riang gembira dia menjawab salam sambil menyembunyikan kedua tangan di balik punggung, "ada kejutan buat mama.."
"mana..mana.."
"tarara...", sambil mengulurkan surat cintanya
"terima kasih ya dek, alhamdulillah mama seneng banget adek rajin ngaji.."

serasa meleleh mama bacanya Zul, maafkan mama ya Nak, mama cuma ingin Zulmi jadi anak sholeh dan rajin mengaji.. :)

Gambar diambil dari sini

Thursday, August 11, 2011

Don't Sweat For The Small Stuffs..

Tidak semua orang menyukai detil, dan menaruh perhatian pada hal-hal kecil. Saya, termasuk salah satunya. Tapi entah mengapa, atasan saya pernah berkata, "Yang begitu sih biasa Bu, ga usah terlalu dipikirin..". Bahkan sampai beberapa kali, untuk beberapa hal yang berbeda. Lalu saya jadi berpikir, apa iya saya kelihatan begitu serius memikirkan hal-hal yang dimaksud. Kecenderungan saya untuk strict to the rule mungkin membuat saya tampak perfectionist dan banyak pertimbangan, tapi apa iya? Jangan-jangan saya sudah mulai bertransfomasi karena terprovokasi *haiyaahh bahasanyaa..* oleh lingkungan sekitar. Well, let see..

Tidak jarang memang, saya mendapat informasi yang sebetulnya saya tidak ingin tahu, yang kalau info ini sampai kepada pihak lain, bisa jadi fitnah. Dan saya sih masa bodoh dengan hal-hal semacam itu. Paling-paling mengobrolkannya secara ringan dengan suami.

Pernah juga saya seruangan dengan seseorang yang hobinya mengomentari segala, segala disini dalam arti s - e - g - a - l - a, termasuk yang remeh temeh. Ya saya males aja, menimpali kalo memang ditanya, itu pun seperlunya. Saya masih punya satu negara buat diurusin, ciyee..belaguu..

Namanya juga ibu-ibu setiap ngumpul ya ada saja yang diperbincangkan. Baik ibu-ibu tetangga, ibu-ibu saudara, ibu-ibu wali murid, dan banyak lagi yang lainnya..nah kadang perbincangan ini berujung pada, misalnya, "eh, si X sudah pake BB lho, kmaren aku sudah diinvite, kamu udah blon? " "Blon tuh" "Iya kah? kok belum ya?" " Tauk deh, ga butuh kali, ben wae lah, aku juga blon butuh kok" hehehe.. yah sudah bisa ditebak kan, kalimat terakhir itu dialog siapa.

Terakhir, saya ditelpon tetangga yang mengadukan bahwa anaknya dipukul oleh si bungsu saya. Padahal saya tanya anaknya sih katanya enggak, dan tidak ada saksi pula. Ya saya bilang saja pada si Emak tetangga nan cerewet ini, kalo anaknya bilang anak saya yang salah ya so sorry, tapi anak saya bilangnya enggak tuh. Eh rupanya dia curhat mencak mencak ke tetangga yang lain tentang kesantaian saya menghadapi masalah itu. Lah, saya bingung, anak-anak berantem bukannya biasa ya, kalo kita berantem juga kan malu, kalo besoknya mereka sudah main bareng lagi. Oia, si Emak tetangga nan cerewet ini pernah juga sewot gara-gara tetangga yang lain pada kompak ngejodoh-jodohin putriku tercinta dan anak sulungnya, padahal waktu itu para krucil masih TK. Dia bilang, "Wah.. ya jangan..ntar aku dimarahin sama anakku dong kalo ga sesuai seleranya" Hadeehhh, capee deh, memangnya anak saya pasti mau gitu sama anaknya situ, lagian juga masih pada precil, please deh, jangan lebay.. kalimat terakhir saya simpan dalam hati tentu saja :D

Nah, kalau dilihat dari 'uraian' diatas, sepertinya saya memang cenderung cuek bukan? No wonder badan jadi subur makmur begini, meskipun sedang ber-long distance marriage dengan suami. Jadi, balik ke kasus komentar atasan saya tadi, ya saya simpulkan saja bahwa atasan saya itu belum terlalu mengenal saya, sehingga kalaupun persepsinya terhadap saya kurang begitu tepat, ya biar saja, do not sweat for the small stuffs, ben wae lah, ya toh? ;)

Gambar diambil dari sini

Monday, August 01, 2011

Marhaban ya Ramadhan..

Alhamdulillahirabbilalamiin.. tahun ini masih dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Semalam, kami sekeluarga menjalani tarawih pertama, bersama-sama kami berangkat dari rumah menuju ke mushola kompleks. Seperti Ramadhan sebelumnya, masih banyak anak-anak kecil berlarian kesana kemari dengan diselingi celotehan dan kadang teriakan. Ributnya sih sama, bedanya, anak-anak itu tahun lalu lebih kecil, dan tahun ini ada anak-anak kecil ‘pendatang baru’, anak tetangga baru, anak baru tetangga ato cucu baru dari tetangga yang sudah sepuh. Sambil menunggu shalat tarawih, tetangga sebelah berbisik padaku, “Gak terasa ya Te, anak-anak sudah pada besar”, saya tersenyum dan mengiyakan dalam hati.

Ketika saya melihat jadwal imam dan kultum tarawih tahun ini, saya dapati nama suami tidak ada. Hanya ada sekitar 5 nama bapak-bapak kompleks yang diberi amanah memberikan kultum plus satu orang ustadz yang biasa mengisi pengajian di kompleks kami. Saya baru sadar, ternyata para suami di kompleks kami banyak yang menjadi S3 (saban-sabtu-setor), artinya ditugaskan di luar kota dan hanya pulang minimal saat weekend saja, termasuk suami saya. Teringat Ramadhan lalu, setiap hari kami pergi dan pulang tarawih bersama, sempet ‘nyombong’ juga saat seorang tetangga yang saat itu sedang menjalai long distance marriage berkata, “duh enaknya ya Tante, ditungguin suami, seneng banget..” and guess what? Tahun ini keadaan berbalik, suaminya dipindahtugaskan kembali ke kota kami dan sayalah yang ada di posisi dia tahun lalu. Betapa banyak hal bisa berubah dalam setahun..

Teringat Ramadhan tahun lalu, dua kali saya mendapat telepon dari Papa yang mengabarkan Mama sakit, sehingga saya tergopoh-gopoh datang untuk memastikan mereka baik-baik saja. Menemani Mama tarawih di rumah dan mengobrol sebentar, ternyata kadar gulanya drop. Padahal tahun tahun sebelumnya Mama masih energik melayani pesanan kue kering dan cake untuk Lebaran. Ramadhan tahun lalu, beberapa saudara dan tetangga masih shalat tarawih bersama, sekarang mereka telah lebih dahulu menghadapNya. Betapa segala sesuatu milik Allah semata..

Seringkali saya abai akan nikmat dan karuniaNya. Kesehatan, waktu luang, kebersamaan dengan orang-orang tercinta, baru terasa keberadaannya saat sudah tak saya miliki lagi. Kita tak pernah tahu akan seperti apa Ramadhan kita tahun depan, karenanya saya berusaha untuk semakin menghargai apa yang dititipkan Allah pada saya sekarang. Berdamai dengan waktu dan menyesap kebersamaan dengan orang-orang terkasih.

Duhai Sang Maha Membolak-balikkan Hati, berilah ketetapan hati bagi kami untuk tidak melangkah selain dijalanMu...




Thursday, July 28, 2011

membayar janji..

Jadi begini, adalah saya dan si Tante yang berkarib, lalu datanglah si krucil dan voilla..!! jadilah kami the three musketeers, di Unit kami tentu saja. Sedihnya kebersamaan kami tak terlalu lama, si Tante harus mengemban tugas negara, menunaikannya di tempat baru. Jadilah kami, kalau meminjam istilah Tante, "jauh di mata dekat di hati" karena tetap keep in touch lewat layar maya dan tentunya curi curi waktu ketemu saat dinas luar ke kota masing-masing. Alkisah si tante ketiban sampur jadi among tamu di perhelatan Agung Rima, karena salon idaman sudah fully booked, jadilah saya dan si krucil jadi perias dadakan. Perhelatan itu sudah dimulai sehari sebelumnya sih..kami berpesta kecil di Coccari, resto Japanese Food all you can eat yang halal di Surabaya *kokjadipomosi* Misi utama posting kali ini adalah 'melunasi janji' pada cintaku, here're the pics dear..










the three musketeer 'penyapu ranjau'. kita sengaja minta mas waitress ngulang ngambil foto dengan penekanan pada objek orang-orangnya saja : inget mas, orangnya saja, makanannya tidak perlu :D











ini dia pose si Tante, pas baru saja selesai 'dikerjain', agak-agak jaim gimanna.. gitu, sepertinya berusaha menyesuaikan dengan kostum, saya rasa :p














pose dia lagi salting, melihat para fansnya takjub di perhelatan. mungkin ga siap pulpen kalo dimintai tanda tangan, makanya wajahnya panik :D














pose dia bersama si perias 1 yang cantik jelita *ok,silahkanmuntah:D*, keliatan ya.. si tante sudah mulai 'menguasai keadaan'













pose si tante bersama si perias 2 yang juga cantik manis, ketika sudah makin 'menguasai keadaan' dan menjadi 'special guest star' hari itu











daannn... sebagai penutup, last but not least.. pose si tante ketika telah benar-benar menguasai keadaan, termasuk keadaan perutnya, yang tentu saja lapar setelah dia pose sana sini, tebar pesona sana sini, meladeni permintaan foto dan tanda tangan para fans, ok yang terakhir saya mulai lebay :D

Well, this is it..Neng Cantik ala Maya dan Lely *diucapkan dengan gaya Farah Quin ya*
Cintah, lunas sudah hutangku memajang foto-foto ya.. *still missing you terribly much*

Gambar : koleksi pribadi, dilarang nyomot ya :)