Awal minggu ini, sesuai undangan yang difax pada Jumat minggu lalu sekitar jam 5 sore, saya diajak Bos Besar saya menghadiri rapat di Kantor Pusat. Membaca daftar yang diundang, saya agak takjub juga, mengingat topik yang akan dibahas adalah usulan Unit kami untuk memberikan sertifikasi ahli pemeliharaan ke Kantor Pusat. Nah, usulan Unit kecil ini ternyata ditanggapi dengan serius dan membawa kami pada rapat hari itu, yang juga mengundang Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan mantannya (mantan Kapusdiklat maksudnya bukan mantan pacar), Kepala Divisi OD, dan beberapa Senior Manajer entah apa, saya juga tidak terlalu ngeh dengan struktur organisasi holding kami itu. Nah, saya, 'prajurit' wanita satu-satunya di ruangan itu, merasa terdampar dalam rapat strategis para 'Jenderal' pemikir dunia, setidaknya dari sekilas pandang saya kepada seluruh peserta rapat sih begitu. Sebagai bentuk pembunuh kebosanan pertanggungjawaban keikutsertaan saya dalam rapat ini, maka saya tetap menyimak dengan tekun setiap pembicaraan, dan menemukan bahwa selama ini kami sebagai anak perusahaan, bagaikan katak dalam tempurung. Kami sudah merasa hebat dengan pencapaian kami, walaupun dalam banyak hal memang pencapaian kami layak diacungi jempol. Tapi kami ternyata tidak mengetahui perubahan-perubahan strategis yang sedang terjadi di Bapak perusahaan kami, kami belum sepenuhnya meratifikasi seluruh peraturan Bapak perusahaan kami itu dan banyak hal lain yang berujung pada komentar, "oooo..." panjang dari saya, dalam hati tentu saja. Di tengah pemaparan dan diskusi-diskusi panjang itu saya memutuskan untuk merajut saja sebenarnya, tapi mengingat merajut pun saya tak bisa, maka saya membuat semacam minute of meeting untuk konsumsi pribadi. Biasanya dilengkapi dengan komentar2 iseng asal-asalan, namanya juga konsumsi pribadi. Selebihnya saya kembali menyimak jalannya rapat, dan bersyukur saya tidak perlu mempresentasikan usulan Unit kami di tengah 'para dewa' ini karena Bos besar sudah membereskan segalanya *yess!! Di tengah sesi tiba-tiba mereka menyadari, bahwa sang pengundang dan sang tuan rumah rapat ini, keduanya adalah dua pihak berbeda, yang jelas bukan saya dan Bos Besar, tidak ada yang menyiapkan notulensi sebagai bentuk legalitas hasil rapat ini. Maka dengan semena-mena, mengingat saya satu-satunya wanita, tugas itu pun jatuh ke tangan saya. Dan saya bersyukur saya tidak melakukan hal yang biasanya pada minute of meeting saya itu , beberapa menit sebelumnya saya membunuh keinginan saya untuk menuliskan catatan penting : si Bapak di Ujung ke dua dari kanan kok mirip Richard Sambera ya *hahay..
Setelah isi notulensi disepakati, tugas berikutnya adalah mencetak untuk kemudian ditandatangani para pejabat berwenang. Ketika akan beranjak, bapak-bapak orang holding di sebelah saya bertanya, "Mbak, kalau SPPD ini ditandatanganinya kemana ya, kalau disini ?"
Sesampai di lantai empat, setelah berhaha-hihi dengan penghuni ruangan, saya diijinkan membajak salah satu komputer mereka dan mulai mencetak. Taklama kemudian lewatlah si Bubun, yang dulunya pernah magang di Unit saya lalu ditarik ke KanPus. Seperti biasa dia menyapa heboh :
Bubun : "Hay Mbaak pakabar, ada acara apa kemari ?" #cipikacipiki
Saya : "Alhamdulillah baik, Bubun pakabar? Ini rapat sama holding"
B : "Owgh, yang di lantai 1 ya, pantesan ada si ***" #si Bubun menyebut nama bapak penitip tandatangan tadi. Saya kaget,
S : "Lah Bubun kenal Pak *** ?"
B : "Ya iya Mbak, wong kami seangkatan"
Oops...Nah lho..Kirain si bapak itu, yaahh.. speechless deh. Pantas saja, tadinya saya sudah menduga 'ada yang tidak beres', ketika si Pak *** tadi mengulas pengalaman benchmark dan hubungannya dengan proses yang sedang dan akan terjadi di holding, si bapak menyebut namanya untuk mengganti sebutan kata ganti orang pertama. Misalnya saya ngomong begini : Ketika berkunjung ke PT. XYZ itu, Maya (instead of saya!!) melihat banyak hal yang bisa kita tiru, lalu Maya sampaikan kepada Koordinator blabla.. , kurang lebih begitulah, kesannya manja banget ya :D Dalam hati saya membatin : kok ada ya generasi tua yang menyebut dirinya sendiri dengan namanya sendiri, bapak-bapak pula *sigh*. Salahkan saya yang tertipu oleh penampakan "Pak ***".
Sekembali saya ke ruang rapat, menyerahkan draft notulensi untuk ditandatangani dan tentunya menyerahkan titipan SPPD si "Pak ***", eh dia bilang begini,"Makasih ya Mbak, eh tadi ada dua yang masih ketinggalan, terus saya titipin ke lantai 5, gimana Mbak?" Reaksi saya? sambil pasang senyum termanis bilang, "sama-sama Pak, owgh gitu ya, waahh kok bisa ketinggalan sih Pak, ini yang 5 dah kelar nih, ntar coba bapak tanyain ke lantai 5 lagi yaaa, tadi saya ga dititipin sama si mbak sekretaris soalnya" hehehe..olahraga dikit kan gapapa ya"Pak" :D
Lalu rapat berlanjut sebentar dan saya menemukan fakta lain, bahwa salah satu peserta rapat dari holding, yang saya pikir usianya yaah... sebelas dua belas dengan "Pak ***" #tentunya setelah saya tahu kisaran usia si "Pak ***" ternyata adalah teman seangkatan Bos Besar saya yang berarti umur mereka berdua sepantaran !! Hadududuh...saya makin merasa bodoh dalam menaksir usia seseorang.
Sepertinya saya 'termakan' asumsi sendiri bahwa penampakan seseorang akan berbanding lurus dengan usianya, maka saya sering heran
Gambar diambil dari sini