Pages

Monday, November 10, 2008

aku tak lagi matahari...

Tadinya ingin kubuat puisi yang hampir pasti tak akan dibaca olehmu. Tapi entah kenapa, sampai sore menjelang, tak juga sepatah kata datang. Mungkin seharusnya aku menguntainya sejak semalam, sambil menikmati damai wajah lelapmu, mengalirkan lukisan langit dan konstelasi bintang-bintang. Lalu kusadar, bagaimana mungkin kuharap rangkaian kata, sementara dihadapanku telah mengalun puisi, hamparan bunga padang savana.

Kamu anomali, katamu suatu ketika. Jawabku : tentu saja, karena untukmu aku kan jadi segala, atau tak jadi apa-apa. Karenamu, aku tak lagi matahari, aku kuncup yang merekah malu-malu. Pun saat datang kehilangan itu, kau butuh waktu untuk menikmati, menyesap kesedihan itu sampai ke sumsumnya, sendiri saja. Dan aku, tetap di dekatmu, ada tapi tak ada untukmu, hanya memandang rindang daunmu yang menyimpan gelisah itu.

Angin, dia khianat dan membisikkan rahasiamu padaku. Rahasia yang kaupercayakan padanya selalu. Lalu hujan, rinainya menyanyikan lagu, betapa di dunia ini tak ada yang benar-benar menjadi milik kita. Kita bahkan tak pernah saling memiliki. Aku ingin, menjelma angin, menjelma hujan, menyelimutimu. Agar bisa kudengar kesahmu dan kucandai gulanamu. Tetapi jadi apapun aku, bagimu, aku tak lagi matahari, aku kuncup kecil yang merekah malu-malu.

Hujan pertama tahun depan, mungkin aku telah menjelma biji dan hilang tertiup angin, atau terbawa pipit kecil dan batangmu mungkin telah mengering. Kita tak pernah tahu. Tapi sampai saat itu tiba ijinkan aku menjadi segalamu. Kubisikkan rahasia ini pada angin, tapi tahukah kau? Kali ini aku berharap dia mengkhianatiku, karena sesungguhnya aku ingin engkau tahu..

Happy Birthday baby, I do love you..

1 comments:

Rona Nauli said...

aku ingin menjadi angin yang mengkhianatimu, cintah...

and i wanna be loved like this...

Love you, always